CERPEN BUDAYA

PENARI BERBAKAT SULTRA

Kumandang adzan dan tenggelamnya sinar mentari menandakan waktu magrib telah tiba dan
waktunya untuk pulang, namun diruangan kecil yang dipenuhi dengan kaca besar dan dentuman
musik daerah yang keras masih terus saja berbunyi, menandakan latihan para penari itu masih terus
saja berlangsung.

Gerakanku mulai melambat, baju kaos yang aku kenakan penuh dengan keringat, rambut panjang
yang menjadi lepek, jadi bertambah berantakan karena gerakanku yang begitu aktif. Aku baru saja
selesai berlatih dengan teman-teman sanggarku. Aku sangat suka ketika aku menari dengan begitu
lincah dan menampilkan gerakan yang indah. Lebih-lebih itu adalah tarian tradisional daerahku. Aku seperti penari yang takakan lelah bila harus belajar semua gerakan tari daerahku. Aku seperti terbius jatuh kedalam tarian saat menggerakan badanku mengikuti irama musik yang terdengar. Menjadi penari yang hebat adalah mimpiku. Bukankah bagus bila aku nanti bisa menarikan tari daerahku di Istina Negara? akan aku perlihatkan kemampuanku untuk membuat semua orang kagum dengan tarian
daerah yang aku perlihatkan.
Aku menghentikan musik yang berbunyi dan mendudukan badanku ke lantai yang berhadapan dengan kipas angin yang begitu menyegarkan badanku, ahh rasanya begitu melelahkan, berlatih setiap haribdengan waktu 3 jam bukanlah waktu yang singkat. jadi wajar saja aku mengeluh.

Tanpa sadar akuterkaget Oh! Astaga waktu sudah menunjukan waktu pukul 5 sore. Aku harus bergegas pulang, bila
tidak ingin ibuku marah karena masih saja berlatih dijam segini. Aku segera mengambil hp dan tasku,
mengemasi botol air yang sudah sisa setengah dan memastikan masker yang kupakai terpasang
dengan baik.
“Dhara udah mau pulang ya?, buru-buru banget” Alita-sahabatku, cewek cantik asal bali itu datang
dan menepuk bahuku.
“Iya ngga sadar aku udah jam segini ternyata, takut bakal lama banget sampai rumah apalagi aku
pulangnya naik gojek” jawabku panik, masih sembari mengemasi barangku ke dalam tas.
“Dhar, bentar dulu. Mau tau sesuatu? aku ada kabar bagus loh” alita menahanku
"Enggak. Males. Mau pulang. Dah" Aku melambai. Memamerkan punggung tanganku.
"Haduh. Ya sudah. Padahal aku mau kasih tahu kalau ada seleksi tari tradisional Provinsi, yang kalau
lolos bisa tampil di Istina Negara dan bonusnya bakal dapat biaya gratis sanggar selama 2 tahun "
Kalimatnya dengan segera membuatku berbalik arah. Alita pamer brosur di tangannya menandakan
bahwa itu hal yang benar. Dia menggodaku dengan itu. Lalu langsung dimasukkan ke dalam tas ransel
merahnya.
"Ha? itu beneran?" Bibirku tersenyum dan mata binarku menatap harap kepadanya
"Sana! Cepat pulang. Nanti dicariin ibumu." Dia mengibaskan tangan kanannya agresif. Iya dia
memang anak pemilik sanggar tempatku menari. Tapi berhak apa dia sampai mengusir murid
ayahnya.

Komentar